Leluhur Walisongo dari Fam Al-Azmatkhan Al-Husaini

Dikutip dari:

“Al-Mursyid Syekh Mufti Pangeran Panghulu Nata Agama As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh”

إن الحمد لله وحده, نحمده و نستعينه و نستغفره ونتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا و من سيئات أعمالنا من يهده الله فهو المهتد ومن يضلله فلن تجد له وليا مرشدا, أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله بلغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح للأمة وتركنا على المحجة البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها الا هلك, اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن دعا بدعوته الى يوم الدين. أما بعد

Sayyid Husain Jamaluddin atau Syekh Jumadhil Kubro itu adalah mutlak berasal dari keturunan Azmatkhan Al-Husaini dan itu diperkuat dengan berbagai catatan dan penelitian Para Alim Ulama Ahli Nasab. Jika ada yang menisbatkan nasab beliau kepada pihak yang lain, ini tidak benar dan harus segera diklarifikasi dan diralat. Nasab itu tidak boleh sembarangan untuk dinisbat-nisbatkan tanpa ada dasar ilmu nasab yang benar. Jika Nasab Sayyid Husein Jamaluddin atau Syekh Jumadhil Kubro bukan berasal dari Azmatkhan, betapa mengerikannya pendapat ini, karena itu berarti puluhan ribu keturunan dari Nasab Sayyid Husain Jamaluddin yang notabenenya keluarga besar walisongo adalah nasabnya palsu! padahal puluhan ribu keturunan Walisongo itu banyak terdapat ribuan ulama-ulama besar.

Tidak benar jika Azmatkhan tidak punya catatan nasabnya, bahkan dari sekian nasab yang ada, dapat dikatakan pencatatan nasab keluarga besar Azmatkhan Al-Husaini itu tersusun dengan rapi dan dipegang oleh masing masing keluarga besar Walisongo. Dan inilah daftar catatan dan penelitian dari keluarga besar Walisongo yang telah disusun oleh Syekh-Mufti Kesultanan Palembang (Mursyid Thariqoh Walisongo).

Fakta dan Kesaksian mengenai Fam / Marga Azmatkhan Al-Husaini

KESAKSIAN PERTAMA:

Menurut As-Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini (Ulama’ asli Tarim, Hadramaut, Yaman), berkata: “Keluarga Azmatkhan (Walisongo) adalah dari Qabilah Ba’Alawi asal hadhramaut Yaman gelombang pertama yang masuk di Nusantara dalam rangka penyebaran Islam (Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati keluarga Azmatkhan) Sesuai dengan namanya, yang berarti “Pemimpin dari keluarga Mulia” .

KESAKSIAN KEDUA:

Menurut H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini dalam bukunya “Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah”, Beliau menyampaikan bahwa:

“Sayyid Abdul Malik bin Alawi ‘Ammi Al-Faqih lahir di kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Beliau meninggalkan Hadhramaut pergi ke India bersama jama’ah para Sayyid dari kaum Alawiyyin. Di India, Beliau bermukim di Naserabad. Ia mempunyai beberapa orang anak lelaki dan perempuan, di antaranya ialah Al-Amir Sayyid Abdullah Azmatkhan Bin Sayyid Al-Muhajir Ilallah Al-Imam Abdul Malik Azmatkhan, lahir di kota Nashr Abad, ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir di sebuah desa dekat Naserabad. Ia anak kedua dari Sayyid Abdul Malik Bin Alawi ‘Ammi Al-Faqih Sejarah mencatat meratanya serbuan dan perampasan bangsa Mongol di belahan Asia. Diantara nama yang terkenal dari penguasa-penguasa Mongol adalah Raja Khubilai Khan. Setelah Mongol menaklukkan banyak bangsa, maka muncullah Raja-raja yang diangkat atau diakui oleh Mongol dengan menggunakan nama belakang “Khan”, termasuk Raja Naserabad, India”.

Setelah Sayyid Abdul Malik menjadi menantu bangsawan Naserabad, mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” agar dianggap sebagai bangsawan setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan cerita Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit. Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “Syarif” (mulia) keturunan Nabi Muhammad SAW, maka mereka menambah kalimat “Azmat” yang berarti “mulia” (dalam bahasa Urdu India) sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang. Sayyid Abdul Malik juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke India untuk berdakwah, sebagaimana kakek beliau, Sayyid Ahmad Bin Isa Ba’Alawi, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berdakwah.

Nama putra Sayyid Abdul Malik Azmatkhan adalah “Abdullah”, penulisan “Amir Khan” sebelum “Abdullah” adalah penyebutan gelar yang kurang tepat, adapun yang benar adalah Al-Amir Sayyid Abdullah Azmatkhan. Al-Amir adalah gelar untuk pejabat wilayah. Sedangkan Azmatkhan adalah marga beliau mengikuti gelar ayahanda. Sebagian orang ada yang menulis “Abdullah Khan”, mungkin ia hanya ingat Khan-nya saja, karena marga “Khan” (tanpa Azmat) memang sangat populer sebagai marga bangsawan di kalangan orang India dan Pakistan. Maka penulisan “Abdullah Khan” itu kurang tepat, karena “Khan” adalah marga bangsawan Pakistan asli, bukan marga beliau yang merupakan pecahan marga Ba’Alawi atau Al-Alawi Al-Husaini.

Ada yang berkata bahwa di India mereka juga menulis Al-Khan, namun yang tertulis dalam buku nasab Alawiyyin adalah Azmatkhan, bukan Al-Khan, sehingga penulisan Al-Khan akan menyulitkan pelacakan di buku Nasab.

Al-Amir Sayyid Abdullah Azmatkhan pernah menjabat sebagai Pejabat Diplomasi Kerajaan India, beliaupun memanfaatkan jabatan itu untuk menyebarkan Islam ke berbagai negeri. Sejarah mencatat bagaimana beliau bersaing dengan Marcopolo di daratan China, persaingan itu tidak lain adalah persaingan didalam memperkenalkan sebuah budaya. Al-Amir Sayyid Abdullah Azmatkhan memperkenalkan budaya Islam dan Marcopolo memperkenalkan budaya Barat. Sampai saat ini, sejarah tertua yang kami dapat tentang penyebaran Islam di Cina adalah cerita Al-Amir As-Sayyid Abdullah Azmatkhan ini. Maka bisa jadi beliau adalah penyebar Islam pertama di Cina, sebagaimana beberapa (sebagian) anggota Wali Songo yang masih cucu-cucu beliau adalah orang pertama yang berdakwah di tanah Jawa.

Ia (Sayyid Abdullah) mempunyai anak lelaki bernama Al-Amir Al-Mu’azhzham Syah Maulana Ahmad.” Nama beliau adalah Ahmad, adapun “Al-Amir Al-Mu’azhzham” adalah gelar berbahasa Arab untuk pejabat yang diagungkan, sedangkan “Syah” adalah gelar berbahasa Urdu untuk seorang Raja, bangsawan dan pemimpin, sementara “Maulana” adalah gelar yang dipakai oleh muslimin India untuk seorang Ulama besar. Sayyid Ahmad juga dikenal dengan gelar “Syah Jalaluddin”. Maulana Ahmad Syah Mu’azhzham adalah seorang Ulama besar, Ia diutus oleh Maharaja India ke Asadabad dan kepada Raja Sind untuk pertukaran informasi, kemudian selama kurun waktu tertentu beliau diangkat sebagai Wazir (menteri). Beliau mempunyai banyak anak lelaki. Sebagian dari mereka pergi meninggalkan India, berangkat mengembara. Ada yang ke negeri Cina, Kamboja, Siam (Thailand) dan ada pula yang pergi ke negeri Anam dari Mongolia Dalam (Negeri Mongolia yang termasuk di dalam wilayah kekuasaan Cina). Mereka lari meninggalkan India untuk menghindari kesewenang-wenangan dan kedzholiman Maharaja India ketika terjadi fitnah pada akhir abad ke-7 Hijriah.

Di antara mereka itu yang pertama tiba di Kamboja ialah Sayyid Jamaluddin Husain Al-Amir Syahansyah bin Sayyid Ahmad. Ia pergi meninggalkan India tiga tahun setelah ayahnya wafat. Kepergiannya disertai oleh tiga orang saudaranya, yaitu Syarif Qamaruddin. Konon, dialah yang bergelar ‘Tajul-muluk’. Yang kedua ialah Sayyid Majiduddin dan yang ketiga ialah Sayyid Tsana’uddin.”

Sayyid Jamaluddin Husain Akbar oleh sebagian orang Jawa disebut Syekh Jumadil Kubro. Yang pasti nama beliau adalah Sayyid Jamaluddin Husain Akbar, sedangkan Jamaluddin adalah gelar atau nama tambahan, sehingga nama beliau juga ditulis “Husain Jamaluddin”. Adapun “Syahansyah” artinya adalah Raja Diraja. Namun kami yakin bahwa gelar Syahansyah itu hanyalah pemberian orang yang beliau sendiri tidak tahu, karena Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melarang pemberian gelar Syahansyah pada selain Allah.

Sayyid Jamaluddin Husain Akbar juga memiliki saudara bernama Sulaiman, beliau medirikan sebuah kesultanan di Thailand. Beliau dikenal dengan sebutan Sultan Sulaiman Al-Baghdadi, barangkali beliau pernah tinggal lama di Baghdad, Irak. Nah, Sayyid Husain dan Sayyid Sulaiman inilah nenek moyang daripada keluarga Azmatkhan Indonesia, setidaknya yang kami temukan sampai saat ini.

KESAKSIAN KETIGA:

Menurut Sayyid (Habib) Ali Bin Abu Bakar As-Sakran dalam Kitab Nasab yang bernama Al-Jawahir Al-Saniyyah, berkata: “Al-Azmatkhan adalah fam yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Sayyid Alawi ‘Ammil Faqih”.

KESAKSIAN KEEMPAT:

Menurut Ad-Dawudi dalam Kitab Umdatut Thalib berkata, “Al-Azmatkhan” adalah Fam (Marga/Qabilah) yang dinisbatkan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Alawi ‘Ammil Faqih, dan keturunannya masih ada sampai sekarang ini melalui jalur Walisongo di Jawa”.

KESAKSIAN KELIMA:

Penelitian Sayyid (Habib) Zain bin Abdullah Al-Kaff dalam kitab Ilhaafun Nazhooir yang dikutip dalam buku khidmatul ‘asyirah karangan Sayyid (Habib) Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf; MEMBENARKAN & MEM-VALID-KAN nasab jalur Azmatkhan. (Lihat Kitab Khidmatul Asyirah, halaman 1 dan juga di lauhah terakhir kitab Khidmatul Asyirah tentang Walisongo)

KESAKSIAN KEENAM:

Penelitian Al-Alammah As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Husain Al-Masyhur dalam Kitab Syamsud Zhahirah, yang memvalidkan nasab jalur Azmatkhan.

KESAKSIAN KETUJUH:

Kesaksian dari Sayyid (Habib) Ali bin Ja’far Assegaf Palembang.

Bermula silsilah Walisongo ditemukan oleh Sayyid (Habib) Ali bin Ja’far Assegaf pada seorang keturunan bangsawan Palembang. Dalam silsilah tersebut tercatat Tuan Fakih Jalaluddin yang dimakamkan di Talang Sura pada tanggal 20 Jumadil Awal 1161 hijriyah, tinggal di istana kerajaan Sultan Muhammad Mansur mengajar ilmu Ushuluddin dan Al-Qur’an. Dalam silsilah tersebut tercatat nasab seorang Alawiyyin bernama Sayyid Jamaluddin Husein Bin Ahmad bin Abdullah bin Al-Amir Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Alawi ‘Ammi Al-Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath, yang mempunyai tujuh anak laki-laki. Di samping itu tercatat pula nasab keturunan raja-raja Palembang yang bergelar Pengeran dan Raden, nasab Maulana As-Sayyid Muhammad Ainul Yaqin yang bergelar Sunan Giri (Penguasa Giri Kedathon)

KESAKSIAN KEDELAPAN:

Penelitian As-Sayyid Muhammad Bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri dalam Kitab Al-Mu’jam Al-Lathif.

KESAKSIAN KESEMBILAN:

Fakta dan bukti-bukti catatan nasab dari beberapa kerajaan dan kesultanan yang terhubung sebagai dzurriyyah Walisongo Al-Azmatkhan. Seperti Kesultanan Palembang, Kesultanan Banten, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Giri Kedathon, Kesultanan Ampel Denta, Kesultanan Demak, Kesultanan Jepara dan lain-lain.

KESAKSIAN KESEPULUH:

Rapinya catatan nasab keluarga besar Kyai Marogan, di Palembang, yang menulis bahwa Sayyid Husain Jamaluddin adalah bernasabkan ke Al-Amir Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan dan merupakan leluhur Walisongo. Sampai sekarang nasab ini terpasang di Kantor Takmir Masjid Muara Ogan.

KESAKSIAN KESEBELAS:

Rapinya catatan nasab dari keturunan Pangeran Jayakarta di Jatinegara Kaum, Jakarta, yang menyimpan data tentang Walisongo, yang menyebutkan bahwa Walisongo berasal dari Sayyid Jamaluddin Husain Akbar (Syaikh Jumadil Kubra) bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid Abdullah Bin Al-Amir Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KEDUABELAS:

Rapinya catatan Nasab dari “NAQOBAH KESULTANAN BANTEN / AL-BANTANI” tentang keturunan Sunan Gunung Jati, yang merupakan bagian dari Walisongo, yang berasal dari berasal dari Sayyid Jamaluddin Husain Akbar (Syekh Jumadil Kubra) bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah bin Al-Amir Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KETIGABELAS:

Rapinya catatan Nasab dari KERATON KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM tentang keturunan Maulana As-Sayyid Muhammad Ainul Yaqin (Sunan Giri) dan Walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin (Jumadil Kubra) bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan. Data tersebut tersimpan di Keraton Kesultanan Palembang Darussalam.

KESAKSIAN KEEMPATBELAS:

Rapinya catatan Nasab dari KH. Ubaidillah dan KH. Zaid (Ketua Takmir Masjid dan Ketua Makam Sunan Ampel Surabaya) tentang data keturunan Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat dan Walisongo. yang menyebutkan bahwa Walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan. Bisa dihubungi dan dicek ke rumahnya di daerah sekitar pemakaman Sunan Ampel, Surabaya.

KESAKSIAN KELIMABELAS:

Rapinya catatan Nasab dari KH. Kholil Bangkalan dan Habib Bahruddin Azmatkhan yang mendata nasab semua keturunan Sunan Kudus, yang menyebutkan bahwa Walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin (Syaikh Jumadil Kubra) bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KEENAMBELAS:

Rapinya catatan nasab dari KH. Adlan Ali Cukir Tebuireng, Pendiri Pesantren Walisongo, yang mendata nasab keturunan Sunan Drajat dan Walisongo, dan menyebutkan bahwa walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra Bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin Bin Sayyid Abdullah Khan Bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KETUJUHBELAS:

Rapinya catatan nasab dari KH. Said Al-Hafizh dan KH. Mustaghfirin Said Al-Hafizh (Pengasuh Pesantren Tahfizhul Qur’an Nurush Sholihin Jember) tentang nasab Sunan Giri dan Walisongo, dan menyebutkan bahwa Walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin (Syaikh Jumadil Kubra) bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Al-Amir Abdullah Khan Bin Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KEDELAPANBELAS:

Rapinya catatan nasab dari KH. Lutfi Bashari Alwi (Pengasuh Pesantren Ribath Al-Murtadha, Singosari Malang dan Putra Pendiri Pesantren Ilmu Al-Qur’an (PIQ) Malang, dan merupakan murid terdekat Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki Makkah Al-Mukarramah) tentang data nasab Walisongo. dan menyebutkan bahwa walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra Bin Ahmad Syah Jalaluddin Bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KESEMBILANBELAS:

Rapinya catatan nasab dari keluarga KH. As’ad Syamsul Arifin Asembagus, Situbondo, Jawa Timur dan Kitab Nasab Jawahirul Ansab yang menyebutkan tentang nasab lengkap walisongo, bahwa ia berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin (Syaikh Jumadil Kubra) bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan.

KESAKSIAN KEDUAPULUH:

Rapinya catatan Nasab dari KH. Damanhuri Batuampar, Madura tentang walisongo berasal dari Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid Al-Amir Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan.

DAN MASIH RIBUAN KESAKSIAN LAINNYA DARI PARA ULAMA KETURUNAN WALISONGO AZMATKHAN

DAFTAR KEPUSTAKAAN (KITAB-KITAB / BUKU-BUKU YANG MENJELASKAN) TENTANG AZMATKHAN:

1. Sayyid Ahmad bin Anbah,Umdatuth Thaalib Fii Ansaabi Aali Abi Thaalib

2. Sayyid Aki As-Samhudiy, Jawaahir Al-Aqdaini Fii Ansaabi Abnaai As-Sibthaini

3. Sayyid Abu Thalib Taqiyyuddin An-Naqiibi, Ghaayatu Al-Ikhtishoori Fii Al-buyuutaati Al-’Alawiyyati Al-Mahfuzhati Min Al-Ghayyaari.

4. As-Sayyid Al-Muhaddits Husain bin Abdurrahman Al-Ahdali, Tuhfatuz Zaman Fii Taariikhi Saadaatil Yamani.

5. As-Sayyid Abu Fadhal Muhammad Al-Kazhimi Al-Husaini, An-Nafkhah Al-Anbariyyah Fii Ansaabi Khairil Bariyyah.

6. As-Sayyid Dhoomin bin Syadqam, Tuhfatul Azhaari Fii Ansaabi Aal An-Nabiyyi Al-Mukhtaari.

7. As-Sayyid Ahmad bin Hasan Al-Attas, Uquud Al-Almaas.

8. Sayyid Jamaluddin Abdullah Al-Jurjaani Al-Husaini, Musyajjarah Al-Mutadhammin Ansaabi Ahlilbaiti Ath-Thaahiri.

9. As-Sayyid Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin ‘Amiiduddin Al-Husaini An-Najafiy, Kitab Bahrul Ansaabi.

10. As-Sayyid Murtadha Az-Zabiidi, Kitab Al-Musyajjir Al-Kasysyaaf Li Ushuulis Saadah Al-Asyraaf.

11. As-Sayyid Husain bin Muhammad Ar-Rifaa’i Al-Mishri, Kitab Bahrul Ansaabil Muhiith.

12. As-Sayyid ‘Ali bin Abi Bakar asy-Syakran, Kitab Al-Jawaahir As-Saniyyah Fii Ansaabi Al-Husainiyyah.

13. As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur Al-Husaini Al-Hadrami, Kitab Syamsuzh Zhahiirah.

14. As-Sayyid Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff, Khidmah Al-’Asyiirah Bi Tartiibi wa Talkhiishi Wa Tadzliili Syamsizh Zhahiirah.

15. As-Sayyid Dhiyaa’u Syihaab, Ta’liiqaat Mabsuuthah Wa Mufashsholah ‘Alaa Syamsizh Zhahiirah.

16. As-Sayyid Umar bin Alawi Al-Kaff, Al-Faraayid Al-Jauhariyyah Fii Tarraajumi Asy-Syaharah Al-’Alawiyyah.

17. As-Sayyid Umar bin Abdurrahman bin Shihabuddin, Syajaratul Alawiyyah.

18. As-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Kitab Al-Mu’jam Al-Lathif.

19. As-Sayyid Bahruddin Ba’alawi Al-Husaini, Ansaabi Wali Songo.

20. As-Sayyid Abi Al-Mu’ammar Yahya bin Muhammad bin Al-Qasim Ba’alawi Al-Husaini, Kitab Abnaaul Imam Fii Mishra Was Syaami Al-Hasani Wal Husaini.

21. As-Sayyid Al-Qalqasandiy Al-Hasani, Nihaayatul Urabi Fi Ma’rifati Al-Ansaabi Al-’Arabi.

22. Al-Imam Abi Sa’di Abdil Karim bin Muhammad bin Mansur At-Tamimiy As-Sam’aaniy, Kitab Al-ansaab.

23. Al-Imam Ahmad bin Yahya bin Jabir Al-Balaadiri,Kitabu Al-Jumali Min Ansaabil Asyraaf

24. Kemas H.Andi Syarifuddin & Hendra Zainuddin, 101 Ulama Sumsel, Penerbit. Forum Pondok Pesantren Sumatera Selatan, ISBN,978-602-7874-31-2

Published by achmadnizam_lawyer

Member of Indonesian Advocates Association (Perhimpunan Advokat Indonesia) - Pengurus Bidang Hubungan Masyarakat dan Publikasi DPC PERADI Surabaya. Managing Partners Achmad Nizam & Associates (Advocate & Counsellor at Law) Phone: 087823859065

Leave a comment